Fenomena banyaknya
musibah, gempa bumi, banjir gunung meletus dan erupsi menjadi salah satu
indikasi, begitu banyaknya dosa yang merajalela di tengah-tengah kehidupan
kita.
وَمَا
أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang
menimpa maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, Dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan – kesalahanmu).“ (QS. asy-Syuraa:30).
Atau boleh jadi
musibah-musibah itu disebabkan karna oknum-oknum pejabat yang tak kunjung
bertaubat.
وَإِذَا
أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَق
عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak
membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan
dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan
(ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS.
al-Isra:16).
Atau barangkali kita semua
tidak lagi menghiraukan peringatan kalamulloh, ajaran para Rosul, nasehat para
ulama.
وَمَا أَرْسَلْنَا
فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاءِ
وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ
Kami
tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya
mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan
dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. (al A’raf: 94).
Ma’asyirol muslimin.. tapi
satu hal yang pasti, bahwa musibah itu akan datang tidak pandang bulu lagi,
tidak hanya orang kafir fasiq, tapi orang mukmin pun akan terkena imbasnya.
وَاتَّقُوا فِتْنَةً
لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ(25)
Dan
peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
(al Anfal (8): 25).
Bila ada yang bertanya si
kafir atau si fasiq pantas jika ditimpai adzab, lalu apa alasan mukmin yang
‘abid dan patuh juga terkena imbasnya? Jawabnya adalah karna ia tidak mau amar
ma’ruf nahi munkar.
وَلْتَكُن مّنْكُمْ
أُمّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (alimron104)
Ma’asyirol muslimin...
karna itu dalam momentum khutbah ini jg kita serukan kepada semua yang punya
kemampuan untuk bahu membahu dalam upaya amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan
kapasitas masing-masing.
« مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
»
Dan tidak kalah
pentingnya juga kita sampaikan solusi dari probematika di atas, upaya meredam
ancaman bencana dan mushibah yang ditunjukkan Alquran adalah :
وَمَا كَانَ اللّهُ
لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ
يَسْتَغْفِرُونَ
Dan Allah sekali-kali
tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah
(pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun ( Qs Al Anfal :
33
Mungkin masih dalam
kerangka ini pula Imam Hasan Al-Basriy menasehatkan :
وقد شكا رجل على الحسن البصري الجدوبة فقال له:
استغفر الله، وشكا آخر إليه الفقر، فقال له: استغفر الله. فقيل له في ذلك. فقال:
إن الله تعالى يقول في سورة نوح: (فقلت استغفروا ربكم إنه كان غفارا يرسل السماء
عليكم مدرارا ويمددكم بأموال وبنين ويجعل لكم جنات ويجعل لكم أنهارا
Seseorang telah datang kepada
Hasan al-Basri rhm, dia mengeluhkan akan kekeringan yang terjadi, beliau
berkata kepadanya: Beristighfar kepada Allah swt. Seseorang datang kepadanya
mengeluh akan kefakirannya, beliau rhm berkata kepadanya: Ber-istighfarlah
kepada Allah swt. Ketika ditanyakan mengapa harus ber-istighfar, beliau rhm
membacakan surat Nuh (….).
Bahkan sebegitu dahsyatnya
istighfar ini hingga disebutkan dalam sebuah riwayat
وروي :
"لا كبيرة مع الإستغفار ولا صغيرة مع الإصرار"
Sebesar apapun dosa yang pernah kita lakukan jika kita mau
beristighfar Insyaalloh akan diampuni oleh Alloh swt, Imam Bushiri dalam
Burdahnya mengekpresikan keoptimisannya:
يا نفس
لا تقنطي من زلة عظمت ان الكبائر في الغفران كاللمم
Ma’asyirol muslimin ........ namun tentu harus digaris bawahi
bahwa esensi istighfar bukan hanya semata ucapan “astaghfirulloh” tapi lebih
dari itu mari kita renungi keterrangan berikut ini :
الاِسْتِغْفَارُ الْمَطْلُوبُ هُوَ الَّذِي يُحِل
عُقْدَةَ الإْصْرَارِ ، وَيَثْبُتُ مَعْنَاهُ فِي الْجَنَانِ ، لاَ التَّلَفُّظُ
بِاللِّسَانِ ، فَإِنْ كَانَ بِاللِّسَانِ - وَهُوَ مُصِرٌّ عَلَى الْمَعْصِيَةِ -
فَإِنَّهُ ذَنْبٌ يَحْتَاجُ إِلَى اسْتِغْفَارٍ
istighfar yang diperintahkan adalah istighfar yang dapat mengurai keajegan perbuatan dosa dan itu terbukti dengan berhentinya anggota badan (dari berbuat dosa) tidak sekedar ucapan astaghfirullah di bibir saja, sementara anggota tubuh yang lain masih terus berbuat dosa, itu namanya istighfar yang harus di istighfari, karna istighfar tersebut justru suatu dosa yang perlu dimintakan ampun.
sebagaimana didawuhkan Rosululloh saw
كَمَا رُوِيَ :
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ ، كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ ، وَالْمُسْتَغْفِرُ مِنَ
الذَّنْبِ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَيْهِ كَالْمُسْتَهْزِئِ بِرَبِّه
orang taubat dari dosa itu seperti tidak punya dosa , orang meminta ampun (istighfar) ats suatu dosa sementara dirinya masih terus memperbuatnya itu seperti orang yang meremehkan (ngece: jawa) tuhannya.
Na'udzubillah
No comments:
Post a Comment